JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Polemik akan adanya tersangka baru dalam kasus dugaan suap dana korupsi dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID), semakin menghangat.
Berawal dari pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, saat berada di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/6). Yang menyatakan bahwa, tersangka kasus DPID tidak akan berhenti di Wa Ode Nurhayati. Dan pihaknya akan menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.
Samad pun menambahkan, tersangka baru itu bukan dari kalangan pejabat pemerintah, namun dari politisi.
Lalu di hari yang sama, terdakwa Wa Ode Nurhayati menuding Ketua DPR Marzuki Alie Alie ikut menerima jatah fee DPID. "Berdasarkan data saudara Nando, TA (tenaga ahli) Banggar, dia sebutkan bahwa kode K (Ketua) memiliki jatah Rp 300 miliar, Rp 250 miliar per Wakil Ketua, dan pimpinan Banggar," katanya usai menjalani persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/6).
Lebih lanjut, Politikus Partai Amanat Nasional itu menjelaskan, dirinya ikhlas menjadi jembatan KPK untuk membongkar permainan uang di parlemen. Wa ode juga mengungkapkan, sebagai anggota Banggar dan anggota fraksi, seluruhnya diikat tugas konstitusional dan legal, tetapi jatah pimpinan DPR dan Ketua DPR itu tidak legal dan inkonstitusional.
Kemudian pengacara Wa Ode, Nur Zainab mengungkapkan kasus yang menjerat kliennya ini berawal dari Marzuki Alie yang meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka transaksi keuangan Wa Ode. Permintaan Marzuki tersebut, menurut Nur Zainab, melanggar hukum. "Sejak awal ini bagian dari skenario ketika beliau (Wa Ode) menyuarakan satu sistem ini diperbaiki," katanya.
Tetapi dalam dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), tidak menyebutkan nama pimpinan Banggar ataupun pimpinan DPR, yang ikut menikmati fee tersebut.
Dimana JPU membeberkan, aliran uang dari Wa Ode ke rekening Tasniem Fauzia yang tak lain putri tokoh reformasi Amien Rais. Sebesar Rp 2,5 juta, melalui transfer ATM pada 30 Januari 2011.
Tak hanya itu, sejumlah politisi PAN juga ikut kecipratan. Dianataranya Wakil Sekjen PAN, Wahyuni Refi mendapat Rp 10 juta, mantan anggota DPR dari PAN, Arbab Paproeka menerima transferan Rp 100 juta pada 3 Mei 2011. Bahkan pengacara Wa Ode Nur Zaenab, pada 25 November 2010 pernah mendapat Rp 150 juta.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya uang masuk Rp 44,3 miliar di rekening Wa Ode yang diduga ilegal. "Yang patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang terdakwa selaku anggota Banggar DPR," kata JPU KPK I Kadek Wiradana saat membacakan dakwaan di Persidangan.
Wakil Rakyat Pun Membatah
Mendengar dirinya dituduh, Marzuki Alie pun langsung membuat bantahan. Dirinya mengaku tidak pernah menerima uang sebesar Rp 300 miliar seperti tuduhan Wa Ode.
Bahkan Marzuki mengaku tidak pernah terlibat dalam pembahasan anggaran. Dia juga tidak pernah memberikan tanda tangan atas laporan Badan Anggaran DPR. Dia berdalih Badan Anggaran berdiri sendiri dan tidak perlu ada persetujuan dirinya selaku ketua DPR.
Marzuki pun, mendesak Wa Ode untuk menjelaskan bagaimana permainan dalam Badan Anggaran kepada lembaga penegak hukum daripada menuding pihak lain sebagai mafia anggaran. "Kalau dia menutupi apa yang lakukan dan menuding kanan kiri, tentu kasus ini akan semakin sulit terungkap dan justru membingungkan banyak orang," ucapnya saat ditemui waratwan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (14/6).
Dirinya pun menilai, tindakan mantan Anggota Banggar ini karena tertekan akibat menjalani pemeriksaan berkali-kali. Dan Marzuki pun mengaku dirinya memaafkan.
Hal senada juga dilakukan, Wakil Ketua DPR Pramono Anung . Dirinya membantah bahwa, apa yang disebut Wa Ode sama sekali tak ada.
Bahkan, nantan Sekjen PDI Perjuangan itu menegaskan, pimpinan DPR tidak bersentuhan dengan proses penyusunan anggaran yang ada di Banggar DPR. “Sehingga saya tidak tahulah. Silahkan fakta persidangan yang membuktikan,” kata Pramono.
TrioMacan2000 Pun Menyinggung
Sebelumnya, sebuah akun anonim di Twitter, @TrioMacan2000 menyebutkan adanya pembagian jatah alokasi anggaran untuk para anggota banggar, pimpinan banggar dan pimpinan DPR.
“Jatah alokasi untuk pimpinan. DPR disebut2 : 250 milyar per orang, pimp Banggar 100 Milyar per orang dan anggota 25-50 milyar/ orang,” twitnya pada tanggal 4/2/2012.
Macan (red) pun menambahkan, alokasi anggaran ini bebas "dijual" sendiri oleh yang bersangkutan atau dikembalikan (jika jujur) atau dititipkan ke teman (jika takut). “Lalu dimana korupsi atau permainannya ? Karena jumlahnya APBN-P itu terbatas, maka tentu saja jadi rebutan K/L dan daerah-dareah,” tambahnya.
Lalu anggaran tersebut dijual kepada kepala daerah baik Bupati maupun Walikota. Dengan melalui perantara atau yang dikenal dengan calo anggaran.
“Siapa saja calo anggaran itu? Boleh siapa saja yang mau dan mampu. Umumnya mereka adalah staf ahli, staf DPR, PNS DPR, kader partai dll. Jika Bupati/Walkot atau pengusaha yang jadi rekanannya kenal baik dengan anggota Banggar, ya langsung aja, harga jadi lebih murah. Harga disini maksudnya fee yang harus dibayar oleh Bupati/Pengusaha untuk golkan permohonan anggaran yang mereka ajukan ke Banggar.
Berapa harga beli atau suap atau fee ke Banggar?, antara 4 - 7% dari total nilai anggaran yang diajukan. Bayar didepan, cash, tidak boleh ngutang,” imbuhnya. (dbs/biz)
|